Senin, 24 November 2008

Selamat hari guru untuk sluruh guru-guruku tersayang, dan untuk orang tua-ku yang juga guru...


Kalau aku berimajinasi jadi guru, mungkin inilah yang akan terbesit dalam benak, (versi curhat ya)

Banyak orang akan melemparkan beberapa pertanyaan klise kepada seorang guru. Mengapa menjadi guru? Senang ya menjadi guru? Mengapa betah sekali berada berlama-lama dengan anak-anak? Dan masih banyak lagi pertanyaan lainnya.
Aku seorang guru. Aku sudah mulai mengajar anak-anak sejak aku kuliah di sekolah keguruan di kotaku. Setiap reuni SMA-ku, pasti mantan teman-teman sekelasku akan bertanya hal-hal tersebut di atas. Dan jawabanku dari waktu ke waktu tetap sama. Aku senang menjadi guru. Dan beberapa dari mereka akan mengangguk-angguk, ada yang tersenyum bahkan ada yang akan menatapku dengan mata membelalak seolah aku baru saja bangkit dari kubur. Hgh…….

Tapi benar! Aku senang mengajar. Aku senang dengan anak-anak di kelasku. Belajar, bermain dan bertukar pikiran dengan mereka. Setiap pagi aku datang ke sekolah dengan sebuah ide dan teknik pengajaran baru yang aku dapatkan dari membaca dan browsing internet. Biasanya dengan penuh optimisme aku akan membuat hipotesa akan satu ide atau teknik sebelum mengaplikasikannya dalam kelasku. Bila berhasil sesuai dengan hipotesaku, aku akan gembira dan serasa dapat mengaktifkan sikap optimis mengajarku satu level lebih tinggi. Namun bila kurang berhasil, aku pasti akan penasaran sekali dan mulai membuat hipotesa kedua dan mengujinya di kesempatan lain.

Kakekku yang dulu seorang konsultan pendidikan berkata: “Optimislah dalam mengajar. Jangan memikirkan profit, tapi pikirkan tentang hasil bimbinganmu yang akan terbawa seumur hidup oleh anak muridmu’. Aku selalu mengacu pada kata-kata itu saat aku lelah dan putus asa dalam mengajar. Bila sudah begitu, aku akan mulai menganalisa sikap optimisku kembali dan berusaha mengaktifkannya lagi.

Guru-guru yang bersikap optimis akan memiliki ruang kelas yang optimis pula. Itu sangat aku percaya. Kelas yang optimis akan melakukan bermacam kegiatan menyenangkan, guru-guru optimis akan memandu anak-anak muridnya dengan optimis sehingga membuahkan hasil yang positif. Dan hasilnya adalah anak-anak akan mempelajari kemampuan-kemampuan positif dan konsep-konsep berharga.

Terkadang, menjalani profesi sebagai guru cukup melelahkan dan membosankan. Semua administrasi yang harus disiapkan, tuntutan yang besar dari atasan dan anak-anak yang terkadang sulit diatur. Belum lagi dalam menerapkan ide dan teknik mengajar kadang kita berbenturan dengan orang tua murid. Dan di saat seperti itulah rasa bosan dan putus asa kerap menghantui semua guru. Sebagai akibatnya adalah menurunnya rasa optimistis guru dalam menjalani semua kegiatannya. Dan kita lupa bahwa kita telah menghadirkan suasana negatif di kelas yang lambat laun akan menghalangi anak-anak untuk mencapai apa yang harus dicapainya dari pembelajaran yang kita berikan.

Guru sukses adalah guru yang selalu dapat menjaga rasa optimisnya terhadap kelas dan anak-anak didiknya tanpa terpengaruh dengan semua konfrontasi dan masalah yang muncul selama proses pembelajarannya. Guru yang baik adalah sosok yang dapat mengerti tentang perkembangan anak, dapat bersikap sabar dan menjadi panutan yang menyenangkan dalam belajar. Tak hanya itu, mereka juga sosok yang disiplin, percaya diri dan dapat berkomunikasi dengan baik dengan para orang tua muridnya. Bila semua itu dapat kita gabungkan dengan baik, sangat dapat dipastikan bahwa kesuksesan dalam mengajar akan kita raih. Dan pertanyaan terbesarnya adalah: bisakah kita para guru Indonesia mencapai semua itu?

Nah, bila pertanyaan itu datang padaku, dengan lantang aku akan berkata, ‘Ya….. kita pasti bisa!’ Tidak ada yang perlu kita khawatirkan jika kita tetap optimis dan mau berinovasi dalam bidang pengajaran. Bravo guru Indonesia !

Tidak ada komentar: